Kubawa Rembulan Turun ke Bumi (1of3)

Kisah dibawah ini sepenuhnya FIKTIF belaka. Mohon maaf bila ada kesamaan nama, lokasi, waktu, kejadian dan hal sekecil apapun yang mirip dengan pembaca, hal itu sudah pasti murni kesengajaan dari penulisnya... hehehe... v^_^'


Pandangan Pertama


Untuk mempersiapkan dan membekali diri mengikuti tes PMDK tahun ini, Raihan mengikuti bimbel (bimbingan belajar) intensif selama tiga bulan di Lembaga Bimbingan Epsilon.

Di antara sekian banyak temen-temen bimbelnya itu ada sesosok rembulan yang menarik dan terus terang mencuri perhatian Raihan. Dia memakai jilbab sampai menutupi dada dan memakai pakaian yang menurutnya agak aneh, jubah; mirip pakaian wanita hamil. Akhir pertemuan pertama bimbel hari ini adalah perkenalan dengan temen-teman seisi kelas.

“Muhammad Ayib Raihan, biasa di panggil Raihan”, ketika giliran Rihan berkenalan dengan sosok rembulan itu. Dan Raihan mengulurkan tangannya.

“Zahra Nurul Azkiyah, panggil saja Zahra.” jawabnya singkat sambil menangkupkan kedua tangannya didepan dada. Seulas senyum renyah menyungging dari sudut bibirnya.

“Kamu dari mana?”

“Bandung. Kalau mas dari mana?” balas dia sambil menatap lantai kelas.

“Oh saya dari pulau seberang!” jawab Raihan singkat, memancing dia agar bertanya lagi.

Benar saja, ”Maksudnya!?” tanya dia mengejar.

“Aku dari Sampang”

“Oo…” hanya lontaran kecil itu yang keluar. Dan bertepatan dengan itu tentor memasuki ruangan.

Terus terang, materi Bahasa Inggris hari ini lewat tanpa bekas. Raihan masih bertanya-tanya kenapa Zahra menolak jabat tangan dan selalu menunduk. Pikiran itu terus berkecamuk sampai Raihan pulang.

***

Tentang Dia


Ketika sampai kos, Raihan menceritakan pengalaman perkenalannya dengan muslimah tadi ke Hanafi yang sekarang ini sedang mengambil program Pasca Sarjana Manajemen, di UNESA. Tentang pakaian dan tingkah, serta kenapa dia tidak mau bersalaman saat berkenalan tadi.

Hanafi hanya tersenyum, “Akhi…itu namanya jilbab.”

“Oh begitu. lho, lalu yang biasa dikenakan cewek-cewek gaul itu apa namanya? Kan itu juga jilbab meski pakai pakaian ketat dan menampakkan yang seharusnya tidak kelihatan.” Debat Raihan..

Ya maklum saja, Raihan juga sering melihat di jalan-jalan ataupun di Mall - Swalayan, banyak cewek memakai jilbab tapi memakai kaos ketat atau baju gaul. Meski Raihan juga tidak tahu motif mereka memakai itu untuk gaya ataukah untuk ketaatan.

“Ooo..itu lain, mungkin yang kamu maksud itu kerudung. Jilbab dan kerudung itu berbeda. Kalau jilbab itu jubah yang longgar dan menutupi seluruh tubuh. Tapi kalau kerudung….ya yang kamu maksud tadi. Dalam Islam para muslimah selain memang diwajibkan mengulurkan kerudung hingga menutupi dadanya mereka juga wajib mengenakan jilbab.” Panjang lebar Hanafi menjelaskan tentang definisi jilbab. Sedangkan Raihan hanya bisa menganguk-angukkan kepalanya.

“Begitu ya! di kampungku kok jarang yang memakai pakaian jubah itu ya. Jangankan jilbab, kerudung saja jarang ada yang pakai, temen-temen SMU-ku cuma pakai kerudung kalau di sekolah. Ketika pulang kerumah, mereka melepasnya. Haram! baru kali ini aku ketemu dengan model baju muslimah kayak begitu.”

“Wallahu a’lam kalau ditempatmu seperti itu. Yang jelas menurut kitab-kitab yang aku pelajari memang seperti itulah seharusnya pakaian yang sesuai syariat untuk kaum muslimah.”

“Kenapa ya! supaya tidak di ganggu preman?” tanya Raihan berseloroh.

“Itu hanya salah satu dari ribuan hikmah kenapa muslimah menggunakan jilbab. Selain karena kewajiban yang telah di bebankan oleh Allah Swt untuk hambanya yang takwa, salah satu hikmahnya memang untuk menjaga kehormatan dan kesucian muslimah itu dari gangguan yang tidak diinginkan.”

”Whatever-lah..yang jelas dia memang sesosok rembulan teduh yang kukagumi.” Sahut Raihan.

“He-he-he pesona pandangan pertama memang biasanya begitu menggoda” goda Hanafi.

“Jujur…ada geletar aneh saja ketika kutatap sosoknya. Ada tetesan embun menyejuk kala kupandangi wajahnya, meski ketika kutatap dia selalu menundukkan pandangannya. Dia ibarat setitik oase di gurun Sahara. Dia bak rembulan yang mensinari bumi dengan kemilau ikhlasi” gumam Raihan berpuitis-ria.

“Suit-suit… prikitiww... pujangga yang sedang merindu sepotong rembulannya yang terbelah nih!. Ehem.. siapa nama akhwat itu?” Tanya Hanafi lagi.

“Akhwat? makanan apalagi itu?” sahut Raihan tak mengerti sambil berkelakar.

“Akhi…akhwat itu julukan yang melekat untuk para muslimah, termasuk the miracle akhwat yang kamu kagumi itu. Maksudnya muslimah yang benar-benar mengkaji Islam secara serius dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-harinya dan dia juga bersimpati dengan mengajak sahabat, keluarga atau orang yang dikenalnya untuk bisa mengamalkan Islam secara kaffah”

“Kaffah?” Raihan pegang keningnya dengan ujung jari telunjuk.

“Apa lagi tuh?”
tanya Raihan penuh keingintahuan, maklumlah ilmu agama Raihan hanya sebatas bisa mengaji alqur’an, sholat dan puasa. “Huff…ternyata banyak ilmu yang harus di pelajari dan di kuasai.”

“Kaffah itu maksudnya secara sempurna atau menyeluruh. Jadi selain beribadah dalam kehidupan pribadi atau dalam bermu’amalah kita juga harus menggunakan Islam. Jangan sampai kita memisahkan hal atau urusan pribadi dengan syariat.”

“Ooo..” hanya ungkapan kecil itu yang bisa Raihan lontarkan. Salut juga Raihan sama Hanafi yang mempunyai ilmu agama yang mumpuni.

“Oh ya.. siapa nama akhwat itu..” tanya Hanafi lagi

“Namanya Zahra, dia dari Bandung.”

Ada senyum menyungging dari bibir Hanafi, sehingga Raihan pun dibuat penasaran.

“Kok tersenyum, emang kenapa?” Tanya Raihan.

“Nggak kok. Tapi aku percaya, kekuatan cinta itu bisa menembus benteng sekokoh apapun. Cahaya cinta akan membuat yang bakhil menjadi dermawan yang miskin berlagak kaya. Bahkan sang pendosapun bisa berlagak alim di hadapan sang pujaan.” jawab Hanafi sambil terkekeh.

Sejak saat itu, Hanafi banyak meminjamkan buku-buku keislaman dan majalah-majalah islami kepada Raihan. Keinginan Raihan untuk bisa memperdalam dan mengkaji Islam tertanam kuat di dada. Kemudian Raihan diajak halaqah oleh Hanafi di Masjid kampus ITS tiap kamis sore ba’da Ashar.

* * *

Awal yang Indah saat kuliah


Alhamdulillah, akhirnya Raihan diterima di Sastra Inggris UNESA. Sejak saat itu Raihan kehilangan kontak dengan sesosok rembulan teduh itu. Kabar dari Andre, teman satu bimbel dengannya yang lolos masuk di UNAIR, Zahra lolos di Kedokteran Gigi UNAIR.

Selain kuliah Raihan juga aktif di Rohis (Lembaga Kerohanian Islam) kampus UNESA selain menambah sahabat dan mempererat tali ukhuwah, juga mencari lingkungan yang kondusif untuk belajar dan bergaulnya. Raihan selalu teringat dengan tausiyah Hanafi, “Carilah teman yang bisa menyejukimu kala terik, memberimu warna dakwah kala kejahilan menebar, mengharumimu dengan parfum cerapan persaudaraan sejati kala sistem kebodohan diterapkan banyak insan.” Raihan mencoba untuk mempraktekkan setiap nasehat dari Hanafi, memang mencari teman sangat gampang. Tapi mencari sahabat sejati seumpama mencari jarum di lautan jerami.

Alhamdulillah, saat semester dua Raihan ditawari mengajar di Bimbingan Belajar kepunyaan temen satu Rohis. Bisa menyisihkan sedikit uang untuk melunasi SPP, uang kos dan mencicil motor.

Semester enam Raihan sudah mempunyai lembaga kursus bahasa Inggris yang dirikan Raihan bersama temen-temen terpercaya di kampus. Sejak saat itu Raihan sudah tidak nge-kos lagi, tapi sudah ngontrak rumah di jalan Kendangsari bareng Hanafi. Dan Suzuki Swift telah terparkir di garasi rumah. Sempat sejenak Raihan merasa bimbang, apakah membeli mobil itu termasuk hal yang mubadzir? ketika suatu hari Raihan mencoba bertanya ke Hanafi di suatu senja.

“Akhi…bersikap zuhud, itu memang tuntunan Rasulullah, tapi bukan berarti kita menolak dunia. Khalifah Utsman itu seorang yang zuhud tapi beliau juga memakai unta yang bagus dan kuda yang tangkas. Juga Imam al-Laits, beliau selain termasuk imam fiqih, dia juga sangat luar biasa melimpah kekayaannya. Bahkan kebutuhan hidup imam Malik beliau cukupi, meski beliau berbeda pandangan dalam beberapa hal dengan sahabat dan guru fiqihnya itu. Dan yang sangat luar biasanya lagi, beliau itu mempunyai istana yang megah, kendaraan yang tangkas tapi setiap tahunnya tidak pernah mengeluarkan zakat. Kenapa? Bukan karena beliau pelit, tapi karena hartanya telah habis dia dermakan untuk kaum miskin-papa. Sehingga setiap tahun hartanya tidak sampai satu nishab, Subhanallah.. luar biasa kan! Jadi kalau kamu ingin mempunya mobil ya silahkan, agama tidak melarang kok.”

Setelah mendengar penjelasan panjang-lebar dari Hanafi, hati Raihan menjadi plong. Kemanapun Raihan pergi, Suzuki Swift itu selalu menemani, termasuk mengantar Hanafi mengisi kajian ditempat yang jauh atau saat lagi masiroh di pertigaan Kantor Pos Besar dekat dengan jalan Kendangsari dan Sinar Jemursari tempat buku-buku murah di Surabaya. Pokoknya kendaraan untuk memperlancar dakwah.

* * *

Perpisahan dengan Sahabat


Tak terasa Hanafi telah selesai tesis dan bulan Agustus mendatang dia akan wisuda. Terang saja Raihan sedih, Raihan berusaha membujuk Hanafi agar dia bisa tetep mendampingi menjadi mentor dalam berdakwah. Tapi dengan bahasa diplomatis dia menolak dengan halus.

“Syukron, bukan aku menolak untuk tetap tinggal di Surabaya dan menolak tawaranmu untuk jadi manajer di lembagamu akh…tapi aku diamanahi Abah dan ummi untuk menjalankan bisnis keluarga di Bandung. Saatnya untuk berbakti kepada mereka. Menegakkan Birrul Walidain” jawab Hanafi sambil tersenyum.

“Tapi aku yakin, kamu sudah bisa aku lepas untuk menebarkan kebaikan dan menyadarkan ummah di birunya langit dakwah yang mempesona. Aku yakin dengan kemampuanmu.” tambah Hanafi lagi sambil menepuk pundak Raihan. Terasa ada kekuatan dorongan semangat yang dahsyat dari tangan Hanafi, mengalir merasupi relung-relung jiwa Raihan.

Setelah acara wisuda selesai, Hanafi langsung dijemput Abah dan Ummi-nya. Raihan turut membantu mengepak barang-barang Hanafi dan saat yang paling menjengkelkan dalam hidup itu pun akhirnya tiba. ‘Perpisahan’. Ya… Raihan paling tidak suka dengan kata itu, pasti ada guliran air bening yang akan mengalir. Tapi memang hanya lewat perpisahanlah seseorang itu akan terasa sangat berarti bagi kita.

Ada rasa kehilangan, rindu dan mengharu-biru pasti akan menyatu ketika bayangannya akan berlalu. Seperti ketika mereka begitu menginginkan rembulan selalu datang ketika fajar menyapa pagi, dan mereka akan merindu mentari kala senja berlalu.

“Ingat akh! jadilah engkau seperti petir yang bisa membelah angkasa, yang bisa memantik banyak orang agar terbakar. Jangan mau hanya menjadi kayu bakar, yang hanya menunggu orang untuk membakar dirinya. Menjadi petir atau menjadi kayu bakar itu adalah pilihan. Okay!, engkau sahabatku dan saudaraku di jalan Allah. Semoga hidupmu barakah, semoga tiap derap langkahmu untuk memancarkan pijar sinaran Ilahi di bumi yang di ridhai. Maafkan segala silap dan khilafku selama menjadi saudaramu.” Hanafi memelukku erat, tak kuasa Raihan menahan titik airmata yang jatuh.

“Sama-sama, syukron… sudah menjadi teman curhat, guru dan saudara yang selalu mengarahkanku.” Sambut Raihan lirih hampir tak terdengar karena kata-katanya serasa tersumbat tercekat diujung tenggorokan.

“Ok! aku tunggu undangan wisuda dan walimahan-mu” kalimat canda yang memutus kesedihan Raihan.

“Jelas dong, insya Allah aku kabarin kelak.” Sambut Raihan dengan senyum lebar, memupus suasana sedih di antara mereka. Raihan mencium tangan kedua orangtua Hanafi dengan takzim. Mobil Nissan Terrano itu pun lenyap di ujung perumahan, sesosok yang pasti dirindukan oleh Raihan kelak.

* * *

(Bersambung)(10/09)

Ingin tahu kelanjutannya?? Stay terus disini... ^^


sembilanpustaka

~o0o~ sembilanpustaka ~o0o~

Penulis : [RedaksiSembilan] ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Kubawa Rembulan Turun ke Bumi (1of3) ini dipublish oleh [RedaksiSembilan] pada hari . Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Kubawa Rembulan Turun ke Bumi (1of3)
 

0 komentar:

Post a Comment