Kubawa Rembulan Turun ke Bumi (3of3)

Sekuntum Bunga di Langit Hati


Diruang tamu mereka berkumpul duduk saling berhadapan. Acara ta’aruf dipimpin oleh Hanafi.

“Bismillah….Atas nama keAgungan-Nya atas nama Kasih-Nya semoga acara ta’aruf ini di bawah naungan ridha dan barakah-Nya. Semoga semangat menyatukan dua belahan jiwa di bawah langit dakwah ini menghamburkan jutaan kemilau pahala. “ hening menyapu ruang tamu, lalu Hanafi melanjutkan.

“Majelis ta’aruf ini adalah sarana untuk saling mengenal antara dua insan yang akan mengarungi bahtera rumah tangga. Silahkan untuk akhi Raihan terlebih dahulu untuk memperkenalkan diri…” suara Hanafi bak menyengat dari ketergagapan Raihan.

“Assalamu ‘alaikum.. saya Raihan bin Abdurrahman. Asal Sampang, Madura. Sedang menunggu wisuda di Sastra Inggris UNESA.” Raihan lalu menoleh ke arah Hanafi. Hanafi lalu mengangguk.

“Sekarang giliranmu ukhti..” Hanafi melirik adiknya yang duduk disampingnya. Zahra mengangkat mukanya

“Wa alaikumsalam, saya yang dhaif Zahra binti Syaifullah, asal Bandung. Kuliah kedokteran di UNAIR. insyaAllah wisuda satu minggu lagi.” Selesai berkata Zahra memandang kebawah lagi.

“Alhamdulillah, sekarang silahkan mengutarakan visi dan misinya masing-masing dalam membangun ‘rumah cinta’ baru, agar tak ada yang tersembunyi di hati. Agar kejelasan memancar dengan terang.”
lanjut Hanafi, sambil melirik Raihan.

“Sebuah rumah takkan tegak tanpa pondasi. Visi dan misi saya selain menyempurna separuh agama adalah membangun ‘rumah cinta’ yang dilandasi keimanan. Syariat sebagai pilarnya dan ridha Allah dan Rasulku nan kutuju juga sebagai pengokoh derap dakwah. Aku akan berbagi kebahagiaan dan juntaian ribuan pahala dengan bidadariku kelak. Aku akan menerima apa adanya dia, dengan kelebihan dan kekurangannya. Aku harap kelak dia akan mengingatkan aku bila terpeleset dari syariat, menjadi ummi dan pelindung anak-anakku, sebagai pengobat rindu kala rindu mendera, sebagai penyala obor cinta ketika cahaya cinta meredup sayu melayu, dan merelakanku dengan ikhlas apabila panggilan jihad berdentang berkumandang.” dengan nada bergetar Raihan mengucapkannya.

Hanafi melirik Zahra. Dan lagi-lagi Zahra mendongakkan paras mukanya lalu menjawab.
“Saya ingin sesosok pangeran hati yang kurindu itu seorang yang berbaju takwa, jihad cita utamanya, penyayang dan penyabar menerima apa adanya diriku. Dia seseorang yang bahunya bisa untuk bersandar kala aku dalam masalah, tempat berbagi senyum dalam naungan ridha-Nya. Sebagai imam dalam keluarga mungilku kelak.” ketika Raihan memandangi Zahra tak sengaja Zahra juga mencuri pandang kearah Raihan. Ketika mata mereka bertemu, Raihan melihat ada cahaya dikelopak matan Zahra. Mata bening yang mewarisi kecerdasan bunda Aisyah, ada kelembutan yang memancar dari Fathimah az-Zahra.

Ada pancaran lega dari wajah Hanafi, ”Apakah ada yang ingin diutarakan atau ditanyakan sebelum acara ta’aruf ini saya tutup?” hening sejenak menaungi ruang tamu.

Tiba-tiba, Zahra mengangkat paras dan tangannya.

“Boleh saya menanyakan satu hal kepada kepada akhi Raihan?” Hanafi memandang Raihan meminta persetujuan, dan Raihan pun mengangguk.

“Adakah seseorang yang mengisi di ruang hati akhi Raihan sebelum ta’aruf ini?” pertanyaan singkat yang menyentak Raihan.

“Apakah pertanyaan ini wajib dijawab?” tanya Raihan

“Iya !!” sahut Zahra tegas.

Raihan menghela nafas dan menghembuskannya perlahan.

“Terus terang, sebelum ta’aruf ini saya memang mengagumi pesona seseorang. Dia cantik secantik Fathimah binti Muhammad, dia pemberani sepemberani Asma binti Abu Bakar, syahidah cita melangitnya. Terus terang, sampai saat ini saya masih mengaguminya dan sangat sulit untuk melupakan pesona dirinya, mungkin selama hayat masih melekat.” Raihan melirik Zahra, dilihatnya ada setetes bening di kelopak mata indah itu, lalu bergulir di pipinya yang putih bersih.

Tampak ada rasa sesal yang memancar dari diri Zahra karena telah melontarkan pertanyaan yang jawabannya sangat tidak disangkanya ternyata telah menoreh dan menyayat jiwa. Meski Raihan tahu Zahra berusaha sekuat tenaga untuk membendungnya. Tapi ledakan dari sumur hatinya benar-benar tidak bisa ditahannya lagi.

Ruang tamu kini senyap, hanya dihiasi senandung detakan jam dinding yang terus bertalu tiada perduli.

“Sejujurnya Bidadari yang kukagumi itu sekarang ada di dekatku. Dia sudah nyata dihadapanku.”
Lanjut Raihan memecah keheningan, sambil tersenyum lebar.

“Maksudnya!?!” tanya Zahra sambil mengusap tetesan airmatanya memandang Raihan. Tanda tak mengerti maksud ucapan Raihan barusan.

“Ya…Bidadari itu adalah engkau ukhti. Sejak perkenalan kita yang pertama dulu, sungguh sangat membekas dalam relung jiwaku. Dan aku tidak menyangka bahwa Allah Swt. akhirnya menganugerahkan dirimu untuk menjadi Bidadari di langit hatiku.” Jawab Raihan tegas.

Ada rona merah merebak di wajah Zahra. “Ah…rembulan itu benar-benar begitu mempesona begitu sempurna.“, batin Raihan

Ada senyum dan helaan lega dari Abah dan ummi Raihan juga orang tuanya Hanafi.
Ada senyuman kecil yang menggoda dari Hanafi untuk Zahra. Dan tahulah Zahra sekarang, kalau dirinya baru saja dikerjai habis-habisan oleh kakaknya.

"Ouuuuuuuwgh…!!!" jerit Hanafi, ketika jemari lembut Zahra membentuk tang penjepit dan menyentuh perut Hanafi. Mereka semua tersenyum melihat keakraban kakak dan adik itu.

Setelah ta’aruf mereka memutuskan bahwa khitbah, dan walimah akan dilaksanakan sore setelah Zahra selesai acara wisuda di UNAIR.

“Alhamdulillah, Allah Sang Penggenggam Alam Malakut, semoga keluarga mungil kalian barakah kelak. Semoga sinar cinta-Nya menaburi kalian. Semoga acara ta’aruf ini menjadi pengokoh dua keluarga besar untuk melekatkan temali persaudaraan.” Hanafi menutup acara. Abah dan ummi-Raihan juga orang tuanya Hanafi merekahkan senyum lebar. Binar-binar bahagia terpancar dari wajah mereka.

Benar kata Hanafi, bahwa ‘cahaya cinta bisa mengubah dunia’ dan seisinya. Hati Raihan pun bersenandung riang,

Duhai rembulan….

Kerindu sinar kala senja padam

Kurindu peluk syahdu kala selimut malam menyapu

Kurindu teduh lewat senyum takwamu

Betapa bahagia memetikmu atas izin-Nya


Esoknya Raihan diwisuda di Graha Bhakti Pramuka, UNESA. Yang hadir di acara wisuda Raihan selain kedua orangtua Raihan hanya Hanafi .

♥♥♥

Mewangi Bunga Surga


Aroma harum semerbak menerpa. Semilir angin menghantarkan hembusan firdausi. Awan bergerak berbaris di birunya cakrawala membalut suasana Bandung hari ini. Setelah acara wisudanya Zahra selesai, sorenya akad pun dikumandangkan dan ungkapan syukur walimatul ‘ursy secara sederhana mereka gelar di rumah keluarga Hanafi.

Setelah itu Zahra akan ikut Raihan ke Surabaya dan co-ass di RSUD Dr. Soetomo.

Sejak saat itu senja selalu menyapa bumi dengan indah. Karena cahaya sang rembulan memancarkan kemilau keikhlasan. Membaluti kehormatan dan kesucian. Menyelimuti dengan keistiqomahan diri. Menebarkan pendar-pendar kemilau Islam. Meramaikan bumi Ilahi dengan jundi-jundi Allah dengan polesan kesabaran dan ketakwaan.
Dan satu belahan jiwa takkan sempurna kala sang rembulan belum terengkuh atas seizin-Nya.

♥♥♥


(Selesai)(12/09)

Ingin tahu kisah-kisah yang lainnya?? Stay tune terus disini... ^^


sembilanpustaka

~o0o~ sembilanpustaka ~o0o~

Penulis : [RedaksiSembilan] ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Kubawa Rembulan Turun ke Bumi (3of3) ini dipublish oleh [RedaksiSembilan] pada hari . Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Kubawa Rembulan Turun ke Bumi (3of3)
 

0 komentar:

Post a Comment