Terlalu Indah untuk Disesali

Terlalu indah untuk di sesali... Ya, terlalu indah. Jalinan kehidupan manusia adalah sebuah rangkaian kepingan puzzle yang susah untuk ditebak. Terkadang ada beberapa bagian yang begitu rumit, sedangkan di lain waktu begitu mudah terurai permasalahan hidup. Di lain waktu pula sebuah episode kehidupan terkadang menjadi sebuah penyesalan yang tak kunjung berhenti. Episode “terbodoh” yang dilakukan oleh seorang anak manusia. Yah begitu mudahnya untuk menyebut episode “terbodoh” yang dilakukan lantaran menurut perspektif manusia melakukan perbuatan yang tidak bernilai atau terkesan cenderung ceroboh.

Memang tidak dapat dipungkiri, kesalahan menjadi bumbu-bumbu penyedap kehidupan manusia. Toh tidak ada manusia yang dapat terlepas dari kesalahan. Tapi bukan berarti menjadi pembelaan bila suatu saat kita melakukan sebuah kesalahan. Kesalahan menjadi pendidik paling berharga dalam kehidupan.

Masih segar dalam ingatan kita, masa-masa kecil kita, lantaran tidak membantu ibu mencuci piring atau membersihkan rumah, atau membantu ayah mencari rumput untuk makanan ternak, karena keasyikan bermain sepanjang hari. Lantas sore harinya mendapat teguran atau bahkan yang lebih keras dari itu, “dimarahi” sang ayah. Dalam waktu seketika sang anak pastilah jadi ikut jengkel atau bahkan jadi ngambek lantaran dimarahi orang tua. Tidak tanggung-tanggung, bisa jadi sang anak jadi ogah makan, ogah minum dan membiarkan dirinya kelaparan sepanjang malam. Sebagai bentuk “protes” mereka atas apa yang baru diterimanya dari orang tua mereka. Bukankah masa kanak-kanak adalah masa bermain? Seandainya anak yang masih kecil telah mampu membantah.

Lantas bagaimana dengan persepsi orang tua??. Sesuaikah dengan persepsi anak saat itu?. Bukankah teguran dan “marah” dari orang tua pada hakekatnya kembali untuk mengingatkan anaknya, agar tidak melupakan kewajiban mereka untuk “membantu” orang tua.

Sepenggal kisah “sedih” tinggal meramu menjadi kenangan “manis”. Dengan sedikit merubah persepsi tentang hal itu. Bukan terbawa arus untuk menangisi berlarut larut hingga sebuah penyesalan tak kunjung henti. Toh orang tua yang sudah meninggal tak kan kembali bangkit dan hidup kembali lantaran tangis sang anak selama sebulan penuh. Penyesalan yang tak kunjung henti takkan dapat merubah keadaan. Nasi yang terlanjur menjadi bubur bukanlah menjadi barang yang tak memiliki nilai guna. Tinggal menambahkan ayam dan bumbu-bumbu yang lain hingga menjadi bubur ayam yang lezat disantap dikala pagi.

Penyesalan tiada henti tak layak selalu dikumandangkan. Belajarlah dari kesalahan dan bangkitlah dari keterpurukan!. Bukankah penyesalan di dunia tak seberapa dibanding penyesalan di akherat??? Sungguh sesuatu hal yang terlalu indah untuk disesali...

sembilanpustaka

~o0o~ sembilanpustaka ~o0o~

Penulis : [RedaksiSembilan] ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Terlalu Indah untuk Disesali ini dipublish oleh [RedaksiSembilan] pada hari . Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 4 komentar: di postingan Terlalu Indah untuk Disesali
 

4 komentar: